Sabtu, 26 Juni 2010

perkembangan ilmu falak

SEKILAS PERKEMBANGAN ILMU FALAK
Sepanjang sejarah manusia, pandangan manusia terhadap alam semest (kosmos) berubah-ubah sesuai dengan tingkat pengetahuan pada tiap-tiap zaman. Dalam melihat perkembangan ilmu falak, diperiodesasikan menjadi ilmu falak sebelum Islam, ilmu falak dalam peradaban Islam, ilmu falak dalam peradaban Eropa, dan ilmu falak di Indonesia.
A.Ilmu Falak Sebelum Islam
Waktu dulu, pada umumnya manusia memahami seluk beluk alam semesta hanyalah seperti apa yang mereka lihat, bahkan sering ditambah dengan macam-macam tahayul yang bersifat fantatis. Menurut mereka, bumi merupakan pusat alam semesta. Setiap pagi, matahari, bulan dan bintang-bintang sangat tertib mengelilingi bumi.
Peristiwa terjadinya gerhana, jatuhnya batu meteor, adanya bintang berekor yang kebetulan tampak, dan sebagainya dianggap sebagai hal yang tidak beres. Demikian pula timbul anggapan adanya raksasa menelan bulan, ada dewa marah dan sebagainya.
Sekalipun demikian, ada diantara mereka yang memahami alam raya ini dengan akal rasionya. Para ilmuwan yang ada pada saat itu antara lain :
1.Aristoteles (384-322 SM)
Aristoteles berpendapat bahwa pusat jagad raya adalah bumi. Sedangkan bumi selalu dalam keadaan tenang, tidak bergerak dan tidak berputar. Semua gerak benda-benda angkasa mengitari bumi. Lintasan masing-masing benda angkasa berbentuk lingkaran. Sedangkan peristiwa gerhana misalnya tidak lagi dipandang sebagai adanya raksasa menelan bumi, melainkan merupakan peristiwa alam.
2.Pandangan Ptolomeus (140 M)
Pendapat yang dikemukakan oleh Ptolomeus sesuai dengan pandangan Aristoteles tentang kosmos, yaitu pandangan Geosentris. Bumi dikitari oleh bulan, Mercurius, Venus, Matahari, Mars, Jupiter, Saturnus. Benda-benda langit tersebut jaraknya dari bumi berturut-turut semakin jauh. Lintasan benda-benda langit tersebut berupa lingkaran didalam bola langit. Sementara langit merupakan tempat bintang-bintang sejati, sehingga mereka berada pada dinding bola langit.
Ptolomeus menyusun buku besar tentang ilmu bintang-bintang yang berjudul “Syntasis”. Pandangan Ptolomeus yang geosentris ini berlaku sampai abad ke 6 masehi tanpa ada perubahan.
B.Ilmu Falak Dalam Peradaban Islam
Sekitar tiga ratus tahun setelah wafatnya Nabi Muhammad SAW, negara-negara Islam telah memiliki kebudayaan dan pengetahuan tinggi. Banyak sekali ilmuwan muslim bermunculan dengan hasil kerjanya yang gemilang tertumpuk di perpustakaan-perpustakaan negara Islam.
Pada tahun 773 M, seorang pengembara India menyerahkan sebuah buku data astronomis berjudul “Sindhid” atau “Sindhita” kepada kerajaan Islam di Baghdad. Oleh Khalifah Abu Ja’far al-Mansur (719-775 M), diperintahkan agar buku itu diterjemahkan ke dalam bahasa Arab. Perintah ini dilakukan oleh Muhammad ibn Ibrahim al-Fazari (w 796 m). Atas usahanya inilah al-Fazari dikenal sebagai ilmu falak yang pertama di dunia Islam.
Setelah al-Fazari, pada abad ke 8 muncul Abu Ja’far Muhammad bin Musa al-Khawarizmi (780-847 M), sebagai ketua observatorium al-Makmun. Dengan mempelajari karya al-Fazari (terjemahan Sindhind), al-Khawarizmi berhasil sebagai orang pertama yang mengolah sistem penomoran India menjadi dasar operasional ilmu hitung. Dengan penemuan angka 0 (nol) India, maka terciptalah sistem pecahan desimal sebagai kunci terpenting dalam pengembangan ilmu pasti. Dia pula-lah penyusun pertama tabel trigometri Daftar Logaritma seperti yang ada sekarang ini.
Di samping itu, Al-Khawarizmi menemukan bahwa zodiac atau ekliptika itu miring sebesar 23.5 derajat terhadap equator, serta memperbaiki data astronomis yang ada pada buku terjemahan “Sindhind”.
Dua buah buku karya al-Khawarizmi, yakni “al-Mukhtashar fi Hisabil Jabr wal Muqabalah” dan “Suratul Ardl” merupakan buku penting dalam bidang ilmu falak, sehingga banyak diikuti oleh para ahli ilmu falak berikutnya :
Abu Ma’syar (w.885 M) yang di Eropa dikenal dengan nama Albumasyar menemukan adanya pasang naik dan pasang surut sebagai akibat pergerakan bulan terhadap bumi. Dua bukunya yang terkenal ialah “al-Madkhalul Kabir” dan “Ahkamus Sinni wal Mawalid”. Abu Bakar al-Hasan bin Hasib yang di Eropa dikenal dengan nama Albubacer (w.893 M) dengan buku karyanya berjudul “al Mawalid”. Maslamah Abu Qasim Al-Majriti (905-1007 M) denbgan buku karyanya yang berjudul “Ta’dilul Kawakib”. Ibrahim ibn Az-Zarqali (1029-1089 M), yang di Eropa dikenal dengan nama Arzlcel, adalah seorang ahli ilmu falak dan ahli teropong bintang, sehingga ia memiliki daftar tabel astronomis bintang-bintang yang bernama “as-Shafihab”.
Nasiruddin Muhammad at-Thusi (1201-1274 M), seorang ahli ilmu falak yang telah membangun observatorium di Maragha atas perintah Hulagu. Dengan observatoriumnya itu ia membuat tabel-tabel data astronomis benda-benda langit yang nama “Jadwalul Kaniyan”.
Ahli ilmu falak muslim lainnya ialah Ibnu Jabr –al-Battani (858-959 M), yang didunia dikenal Albatenius. Dia melakukan penelitian di Observatorium Ar-Raqqah, di hulu sungai al-Furat di Baghdad. Dia melakukan perhitungan-perhitungan jalan bintang, garis edar dan gerhana. Dia membuktikan kemungkinan terjadinya gerhana matahari cincin. Dia menetapkan garis kemiringan perjalanan matahari, panjangnya tahun sideris dan tahun tropis, musim-musim serta garis lintasan matahari semu dan sebenarnya, adanya bulan mati dan fungsi sinus.
Al-Battani mempergunakan juga tangens (bayangan tegak lurus) dan cotangen (bayangan datar) dari sebuah Gnomom (tongkat yang ditancapkan ke dalam tanah untuk mengukur sudut dan tinggi matahari diatas kaki langit). Dia-lah orangnya yang mempopulerkan pengertian-pengertian tentang perbandingan trigonometri sebagaimana yang digunakan sampai sekarang ini.
Al-Battani menerjemahkan dan memperbaiki teori Ptolomeus dalam bukunya “Syntasis” yang berisi tentang perhitungan garis edar bulan dan beberapa planet dalam judul barunya “Tabril al-Maghesti”, disamping bukunya sendiri yang berjudul “Tamhidul Musthafa li Ma’nal Mamar”.
Ahli ilmu falak selain mereka, antara lain Ali Bin Yunus (w.1009 M) dengan karyanya “Zaijul Kabir al-Hakimi” yang berisi antara lain tentang data astronomis matahari, bulan dan komet, serta perubahan titik equanox. Abdurr Rahman al-Biruni (w.1048 M) yang menemukan perputaran bumi pada sumbunya dan membuat daftar data lintang dan bujur tempat di permukaan bumi.
Selain para tokoh diatas, Ulugh Bek (w.1420 M) ahli astronomi asal Iskandaria dengan observartoriumnya ia berhasil menyusun tabel data astronomi yang banyak digunakan pada perkembangan ilmu falak masa-masa selanjutnya.
Hal demikian inilah diantara yang menyebabkan istilah-istilah dalam astronomi yang berkembang sekarang ini banyak menggunakan bahasa Arab, misalnya as-Simt, Nadir, Mintaqatul Buruj, Zuhal, Aldebaran, Alferatz, dsb.
Sekalipun imu falak dalam peradaban Islam sudah cukup maju, namun yang patut dicatat adalah bahwa pandangan terhadap alam masih mengikuti pandangan Ptolomeus, yakni Geosentris.
C.Ilmu Falak Dalam Peradaban Eropa
Pada saat negara-negara Islam mencapai kejayaannya, bangsa Eropa masih berada dalam ketertinggalan. Sungguh sayang, jaman keemasan Islam tidak berlangsung terlalu lama. Ketika bangsa-bangsa Eropa mulai tertarik pada ilmu pengetahuan seperti yang telah dipelajari orang-orang Islam yang demikian tinggi serta penemuan-penemuan di berbagai cabang ilmu pengetahuan, pendapat-pendapat ilmuwan muslim mulai ditentang oleh aliran muslim kolot.
Munculnya tantangan dari kaum muslim kolot terutama disebabkan oleh perkembangan filsafat yang dianggap oleh mereka telah menjurus ke arah kemurtadan. Dari sini, mereka yang fanatik telah mengambil kesimpulan bersifat menyeluruh, bahwa orang-orang yang mendalami pengetahuan umum, termasuk ilmu falak apalagi astrologi, semuanya telah menyalahi Islam.
Di sisi lain serangan dari bangsa Eropa mulai dilancarkan kenegara-negara Islam, sebab akibatnya tidak sedikit perpustakaan yang penuh dengan buku-buku ilmu pengetahuan menjadi puing-puing berserakan dan isinya pun terbakar. Akhirnya bangsa yang semula jaya itu kini tenggelam kembali kedalam jurang keterbelakangan.
Sementara itu, bangsa Eropa mulai maju ke arah kebudayaan yang terus meninggi. Mereka mempelajari semua pengetahuan peninggalan bangsa Arab (muslim) yang telah runtuh dari kejayaannya. Mereka meniru cara-cara hidup bangsa Arab. Mereka dirikan sekolah-sekolah dan perguruan tinggi, serta perpustakaan-perpustakaan dan berbagai sarana pendidikan untuk mencerdaskan bangsanya.
Dari pengalaman sejarah yang telah dicapai bangsa Arab, mereka mengambil manfaatnya, bahwa hanya dengan ilmu dan pendidikanlah bangsanya akan tampil sebagai bangsa yang jaya dan memimpin dunia.
Untuk mencapai tujuan ini, antara lain yang dilakukan adalah menerjemahkan buku-buku ilmu falak ke dalam bahasa Eropa. Misalnya buku :al-Mukhtashar fi Hisabil Jabr wal Muqabalah” karya al-Khawarizmi diterjemhakan ke dalam bahasa latin oleh Gerard dari Cremona. Buku hasil terjemahan ini dengan judul barunya “The Mathematics of Integration and Equations” dipakai sebagai buku pegangan utama dalam ilmu pasti di perguruan-perguruan tinggi Eropa hingga abad 16 M. Demikian pula buku “Suratul Ardl” karya al-Khawarizmi diterjemahkan kedalam bahasa latin oleh Aderald dari Bath.
Dua buku “al-Madkhalul Kabir” dan “Ahkamus Sinni wal Mawalid” karya Abu Ma”syar diterjemahkan ke dalam bahasa latin oleh John dari Seville dan Gerard dari Cremona.
Buku “Tabril al-Maghesti” karya al-Battani diterjemahkan ke dalam bahasa latin oleh Plato dari Tripoli (w.1150 M), dan dikutip oleh Nicolas Copernicus dalam karangannya De Revolutionibus Orbium Coelestium. Buku :Tabil al-Maghesti” ini diterjemahkan pula kedalam bahasa Inggris oleh Alphonso X. Selain itu, tabel bintang-bintang karya az-Zarqali diterjemahkan oleh Ramond dari Marsceilles.
Diantara ilmuwan eropa dalam bidang astronomi pada dekade ini adalah :
1.Nicolas Copernicus (1473-1542 M)
Copernicus adalah seorang ahli astronomi amatir dari Poalndia yang menentang pandangan Geosentris dari Ptolomeus. Ia mengemukakan dalam bukunya “Revolutionibus Orbium Celestium” bahwa matahari merupakan pusat dari suatu sistem peredaran benda-benda langit, yang dikenal dengan Heliosentris yakni matahari sebagai pusat peredaran bumi dan benda-benda langit lain yang menjadi anggotanya.
Selanjutnya, dikemukakan pula bahwa bumi berputar pada sumbunya (rotasi) sekali dalam satu hari dan bulan pun bergerak mengitari bumi dalam 27 1/3 hari untuk sekali putaran.
Sejak Copernicus mengumumkan pandangan heliosentrisnya, maka dalam dunia astronomi sampai pada abad 18 M ada 2 aliran, yaitu aliran Ptolomeus (pendapat lama dengan Geosentrisnya) dan aliran Copernicus (pendapat abru dengan Heliosentrisnya).
2.Galileo Galilei (15-64-1642 M)
Setelah Galilei membaca karya Copernicus tentang gerak benda-benda langit, kemudia ia menyusun teori kinematika tentang benda-benda langit yang sejalan dengan Copernicus.
Di samping itu, ia berhasil membuat teleskop yang dapat dengan jelas melihat relief permukaan bulan, noda-noda matahari, planet Saturnus dengan cincinya yang indah, planet Yupiter dengan 4 buat satelitnya, dsb.
Karya Galilei tentang peredaran benda-benda langit seperti itu, oleh gereja itu dinyatakan terlarang untuk dibaca umum, karena bertentangan dengan pandangan dan kepercayaan kaum gereja.
3.Johannes Kepler (1571-1630 M).
Kepler seorang bangsa Jerman, dengan tidak kenal lelah ia selalu mengadakan penelitian benda-benda langit. Ia memperluas dan menyempurnakan ajaran Copernicus. Teori-teori yang dikemukakan dilandasi matematika yang kuat. Ia berhasil menjadikan hukum universal tentang kinematika planet yang menjadi landasan dalam ilmu astronomi. Tiga hukum itu adalah :
1)Lintasan planet menyerupai ellips dengan matahari pada salah satu titik apinya
2)Garis hubungan planet matahari akan menyapu daerah yang sama luasnya dalam selang waktu yang sama panjangnya
3)Pangkat dua kala edar planet sebanding dengan pangkat tiga jarak planet ke matahari
D.Ilmu Falak di Indonesia
1.Ilmu Falak Pada Awal Perkembangan di Indonesia
Sejak adanya penanggalan Hindu dan penanggalan Islam di Indonesia, khususnya di pulau Jawa serta adanya perpaduan kedua penanggalan tersebut menjadi penanggalan Jawa Islam oleh Sultan Agung, sebenarnya bangsa Indonesia sudah mengenal ilmu falak.
Kemudian seiring dengan kembalinya para ulama muda ke Indonesia dari bermukim di Makkah pada awal abad 20 M, ilmu falak mulai tumbuh dan berkembang di tanah air ini. Mereka tidak hanya membaca catatan-catatan ilmu tentang tafsir, hadis, fiqh, tauhid dan tasawuf, melainkan juga membaca catatan-catatatn ilmu falak yang mereka dapatkan dari Mekkah sewaktu mereka belajar disana yang kemudian mereka ajarkan kepada santrinya di Indonesia.
Pada waktu itu, Syekh Abdurrahman bin Ahmad al-Misri (merua Habib Usman) pada tahun (1314 H/1896 M) datang ke Jakarta (betawi), beliau membawa Zaij (tabel astronomis) Ulugh Bek (w.1420 M) dan mengajarkan kepada para ulama muda di Indonesia waktu itu.
Diantara para ulama Indonesia yang belajar kepadanya adalah Ahmad Dahlan as-Simarani atau at-Tarmasi (w.1329 H/1911 M) beliau berasal dari Semarang, namun kemudian bertempat tinggal di Termas (Pacitan-Jawa Tengah) dan anak menantunya sendiri, yaitu Habib Usman bin Abdilah bin’aqil bin Yahya yang dikenal dengan julukan Mufti Betawi.
Apa yang mereka peroleh dari Syekh Abdurahman, kemudian mereka ajarkan kepada para muridnya masing-masing. Ahmad Dahlan as-Simarani mengajarkan didaerah Termas (Pacitan) dengan menyusun buku ilmu falak yang berjudul “Tadzkiratul Ikhwan fi ba’dli Tawarikhi wal a’malil Falakiyati bi Semarang” yang naskahnya selesai tertulis 28 Jumadil Akhir 1321 H/21 September 1903 M. Kitab Tadzkiratul Ikhwan ini emuat perhitungan ijtima’ dan gerhana dengan mabda’ kota Semarang (=110024’).
Sedangkan Habib Usman mengajarkan ilmu falak didaerah Jakarta dengan menyusun buku yang judul :Iqadzun Niyam fi ma yata ‘alaqahu bil ahillah was Shiyam” yang dicetak tahun 1321 H/1903 M oleh percetakan al-Mubarakah Betawi. Buku ini bukan termasuk buku ilmu falak, namun terkait dengan ilmu falak, karena ia memuat beberapa permasalahan hukum tentang puasa, rukyat dan hisab. Ilmu falak yang ia ajarkan adalah perhitungan ijtima’ dengan epoch Batavia atau Jakarta (=106049’), hanya saja beliau tidak menyusun buku ilmu falak.
Ilmu falak yang diajarkan oleh Habib Usman kemudian dibukukan oleh salah satu muridnya yang bernama Muhammad Mansur bin Abdul Hamid Dumairi al-Batawi dalam kitab yang berjudul “Sullamun Nayyirain fi ma’rifati Ijtima’ wal kusufain” yang pertama kali dicetak tahun 1344 H/1925 M oleh percetakan Borobudur, Batavia.
Buku Sullamun Nayyirain ini oleh penyusunnya dibagi menjadi tiga risalah. Risalah pertama berjudul “Risalatul Ula fi ma’rifatil Ijtima’ Nay’yirain” yakni memuat perhitungan ijtima’, irtifa’ hilal, posisi hilal, dan umur hilal. Risalah kedua berjudul “Risalatus Saniyah fi ma’rifatil Khusufil Qamar” yakni memuat perhitungan gerhana bulan dan yang ketiga berjudul “Risalatus Salisab fi ma’rifatil kusufis Sayams” yakni memuat perhitungan gerhana matahari.
Di daerah Sumatra didapati tokoh ilmu falak yang antara lain Thahir Djalaludding dengan buku karyanya “Pati Kiraan” dan Djamil Djambek dengan buku karyanya “Almanak Jamiliyah”.
Dengan demikian, mereka ini ialah yang mula-mula mengembangkan ilmu falak atau ilmu hisab di Indonesia.
Buku-buku ilmu falak tersebut pada umumnya menggunakan tabel astronomis Ulugh Bek as-Samarkandi, serta perhitungannya tidak menggunakan segitiga bila, melainkan dengan cara perhitungan biasa, yakni penambahan (+), pengurangan (-), perkalian (x), dan pembagian (:).
Demikian pula ketika menghitung ketinggian (irtifa’) hilal digunakan cara yang sederhana pula, yaitu waktu terbenam matahari dikurangi waktu ijtima’ kemudian dibagi dua.
Memperhatikan hasil perhitungan irtifa’ hilal yang diperolehnya sering berbeda dengan kenyataan di lapangan. Oleh sebab itulah, para ahli falak dewasa ini mengklasifikasikan sistem hisab semacam itu sebagai Hisab Hakiki Taqribi, karena hasil perhitungan yang dilakukannya menunjukkan tingkat kurang lebih (perkiraan).
2.Ilmu Falak Pada Perkembangan baru
Dengan adanya buku-buku ilmu falak yang menggunakan kaedah-kaedah segitiga bola, misalnya “Taqribul Maqsod fil Amali bir Rubu’il Mujay-yabi” karya Syakh Muhammad Muhtar bin Atarid al-Bogori seorang ulama yang berasal dari Bogor, Jawa Barat, namun kemudian menetap di Mekkah. Buku Taqribul Maqshod ini selesai ditulis pada hari Kamis tanggal 10 Sya’ban 1308 H di Mekkah yang kemudian baru diterbitkan pada hari Kamis, 20 Rajab 1331 H/26 Juni 1913 M.
Buku yang berjudul “Al-Matla’us Sa’id fi Hisabatil Kawakib ‘ala Rashdil Jadid” karya Syekh Husain Zaid (Mesir) yang dibawa pulang oleh salah seorang jama’ah haji pun ternyata membawa pengaruh yang cukup besar dalam perkembangan dan kemajuan ilmu falak di Indonesia.
Pada tahun 1930-an, bangkitlah seorang ahli falak asal Jombang, Jawa Timur, ia adalah Muhammad Maksum bin Ali al-Maksumambangi al-Jawi (w.1351 H/1933 M) menyusun buku ilmu falak dengan judul “Badi’atul Misal fi Hisabis Sinin wal Hilal”.
Buku Badi’tul Misal ini memuat perhitungan penanggalan secara urfi dan perbandingan tarikh serta memuat perhitungan awal bulan yang mencakup ijtima’, irtifa’ hilal, manzilah qamar, azimuth (arah) qamar dan nurul (cahaya) hilal.
Data astronomis yang digunakan oleh Badi’atul misal adalah sama dengan data yang ada pada buku al-Mathla’us Sa’id, tetapi menggunakan epoch Jombang (112013’). Ketika menghitung ketinggian hilal menggunakan rumus-rumus segitiga bola, hanya saja penyelesaiannya menggunakan Rubu’ Mujayyah, sehingga hasil perhitungan yang diperolehnya masih kurang akurat. Ketidakakuratan ini disebabkan oleh kesulitan menempatkan benang rubu’ pada posisi data yang ada serta elastisitas benang yang digunakan. Sekalipun demikian, sistem hisab badi’atul misal ini dikategorikan sebagai Hisab Hakiki Tahkiki.
Pada bagian akhir kitab al-Matla’us Sa’id karya Husain Zaid dinyatakan bahwa perhitungan-perhitungan dengan logaritma itu tidak diragukan akan tingkat akursinya, sebab pada dasarnya sinus itu sama dengan Jaib dan tangens sama dengan Dhil. Lebih lanjut ia katakan bahwa yang demikian itu untuk mempermudah hitungan serta ia katakan pula bahwa tidak ada perbedaan antara perhitungan dengan sittiniy (rubu’ mujayyab) dan perhitungan dengan logaritma, sebab pada dasarnya menggunakan satu metode, yakni menggunakan ilmu ukur segitiga bola.
Dalam pada itu Zubair Umar al-Jailani, berasal dari Bojonegoro namun kemudian menetap di Salatiga sampai wafat tanggal 24 Jumadil Awal 1401 H atau 10 Desember 1990 M. Zubair ini menyusun buku ilmu falak dengan judul Al-Khulashatul Wafiyyah fil Falak bijadwalil Lugharitmiyyah. Bukunya ini dicetak pertama pada tahun 1354 H/1935 M oleh percetakan Melati, Solo; kemudian pada tahun 1955 direvisi dan dicetak ulang oleh percetakan Menara Kudus.
Buku al-Khulashatul Wafiyyah ini cukup lengkap, karena memuat perhitungan penanggalan secara urfi, pengetahuan teoritis falakiyah yang meliputi sekilas pendapat para ahli astronomi tempo dulu, bumi dan geraknya, bulan dan geraknya serta planet-planet serta geraknya masing-masing; perhitungan waktu salat, perhitungan arah kiblatm perhitungan awal bulan yang meliputi ijtima’, irtifa’ hilal, arah hilal, umur hilal, dan nurul hilal; perhitungan gerhana bulan dan gerhana matahari.
Data astronomis yang digunakan oleh al-Khulashah adalah sama dengan data yang ada pada buku al-Mathla’us Sa’id, tetapi menggunakan epoch Makah (39050’), karena buku ini dikonsep ketika ia bermukim di Mekkah. Ketika menghitung ketinggian hilal menggunakan rumus-rumus ilmu ukur segitiga bola dan penyelesaiannya menggunakan Daftar Logaritma, maka hasil perhitungan yang diperolehnya cukup akurat meskipun masih perlu disempurnakan. Sekalipun demikian, sistem hisab al-Khulashah ini dikategorikan sebagai Hisab Hakiki Tahkiki.
Buku-buku ilmu falak yang ada di Indonesia sampai saat itu pada umumnya berbahasa asing, yakni bahasa Belanda dan Arab. Oleh karena itu, untuk memenuhi kebutuhan masyarakat yang kurang memahami bahasa asing, pada tahun 1955-an muncul ahli falak asal Yogyakarta menyusun buku ilmu falak dengan kaedah-kaedah yang lebih baru. Ia adalah KRT Wardan Diponingrat, seorang penghulu kraton Yogyakarta.
Wardan panggilan akrabnya menyusun dua buah buku yang berjudul “Ilmu Falak dan Hisab” dan “Hisab Urfi dan Hakiki” yang pertama kali diterbitkan oleh penerbit al-Mataramiyah, Yogyakarta, tahun 1957 M.
Buku Hisab Urfi dan Hakiki karya Wardan ini pada dasarnya sama dengan buku al-Khulashah karya Zubair, yakni data astronomis yang digunakan oleh Wardan adalah sama dengan data yang ada pada buku al-Mathla’us Sa’id, tetapi menggunakan epoch Yogyakarta (110021’).
Ketika menghitung ketinggian hilal menggunakan rumus-rumus ilmu ukur segitiga bola dan penyelesaiannya menggunakan Daftar Logaritma, maka hasil perhitungan yang diperolehnya cukup akurat meskipun masih perlu disempurnakan. Sekalipun demikian, sistem hisab Urfi dan Hakiki karya Wardan ini dikategorikan sebagai Hisab Hakiki Tahkiki.
Para ahli ilmu falak putra Indonesia selain yang tersebut diatas, antara lain:
1)A. Kasir (Malang), karyanya “Matahari dan Bulan Dengan Hisab”
2)Abdul Faqih (Demak), karyanya “Al-Kutubul Falakiyah”
3)Abdul Fatah (Gresik), karyanya “Mudzakaratul Hisab”
4)Ahmad Badawi (Yogyakarta), karyanya “Hisab Hakiki”
5)Ahmad Dahlan (Yogyakarta), karyanya “Hisab Ijtima”
6)Dawam (Solo), karyanya “Taqwimun Nayyirain”
7)Hasan Asy’ari (Pasuruan), karyanya “Jadwalul Auqat” dan “Muntaha Nata’ijil Aqwal”
8)Mawardi (Semarang), karyanya “Risalatun Nayyiriyah”
9)Muhammad Amin (Surakarta), karyanya “Al-Jadawilul Falakiyah”
10)Muhammad Khalil (Gresik), karyanya “Wasilatut Thalab”
11)Nawawi (Bogor), Karyanya “al-Mujastha”
12)Nawawi (Kediri), karyanya “Risalatut Qamarain”
13)Qudsiyah (Kudus), karyanya “Nujumun Nayyirain”
14)Qusyairi (Pasuruan), karyanya “Al-Jadawilul Falakiyah”
15)Ramli Hasan (Gresik), karyanya “ar-Risalatul Falakiyah”
16)Ridwan (Sedayu-Gresik), karyanya “Taqribul Maqshod”
17)Siraj Dahlan (?), karyanya “Ilmu Falak”
3.Ilmu Falak Pada Perkembangan Lanjut
Setiap kali melihat perkembangan ilmu falak di Indonesia, pasti menjumpai nama Saadoe’ddin Djambel atau Datuk Sampono Radjo, seorang ahli ilmu falak kelahiran Bukittinggi (29 Rabi’ul Awal 1329 H atau 24 Maret 1911 M) yang kemudian bermukim di Jakarta. Ia meninggal hari Selasa (11 Dzulhijjah 1397 H atau 22 November 1977 M) di Jakarta. Karyanya di bidang ilmu falak antara lain :
1)“Waktu dan Jidwal” yang diterbitkan oleh Tintamas, 1952.
2)“Almanak Jamiliyah” yang diterbitkan Tintamas, 1953
3)“Arah Kiblat” yang diterbitkan Tintamas, 1956
4)“Perbandingan Tarikh” yang diterbitkan Tintamas, 1968
5)“Pedoman Waktu Shalat Sepanjang Masa” yang diterbitkan Bulan Bintang, 1974.
6)“Shalat dan Puasa di Daerah Kutub” yang diterbitkan Bulan Bintang, 1974.
7)“Hisab Awal Bulan Qomariyah” yang diterbitkan Tintamas, 1976.
Dengan adanya data astronomis dari negara-negara maju, misalnya Almanak Nautika dari Amerika, Ephemeris dari Uni Soviet, dll yang menurut pengamatan para ahli falak, bahwa data yang disajikannya itu lebih akurat dibandingkan data yang ada sebelumnya, maka Saadoe’ddin Djambek merupakan tokoh ilmu falak yang mempelopori ilmu falak menggunakan data astronomis tersebut.
Buku Hisab Awal Bulan Qomariyah karya Saadoe’ddin Djambek ini memuat cara perhitungan awal bulan dengan data Nautical Almanac. Perhitungan menggunakan rumus-rumus ilmu ukur segitiga bola yang penyelesaiannya menggunakan daftar logaritma.
Ketika menghitung ketinggian hilal (h), rumus yang digunakan adalah sin h = sin sin  + cos cos  cos t , (dimana  = lintang tempat,  = deklinasi bilan, dan t  = sudut waktu bulan). Hasil ketinggian hilal dengan rumus tersebut kemudian dikoreksi dengan Parallaks, Refraksi, Semidiameter bulan dan Kerendahan ufuk atau Dip.
Mengingat data almanak nautika itu hanya diterbitkan setiap tahun, sehingga apabila ingin melakukan perhitungan untuk dua tahun yang akan datang tentu mengalami kesulitan, sebab almanak nautika belum ada, karena memang belum dikirim. Disamping itu ditemui kendala, yaitu seringkali pengiriman Almanak Nautika mengalami keterlambatan.
Untuk mengatasi kendalan semacam itu, pada tahun 1975-an Abdul Rachim (lahir di Panarukan, 3 Febuari 1935 M yang kemudian menjadi dosen di Fakultas Syari’ah IAIN (sekarang UIN) Sunan Kalijaga Yogyakarta) mengembangkan ilmu falak yang ia peroleh dari gurunya (Saadoe’ddin Djambek). Ia menyusun dua bua buku ilmu falak yang berjudul “Ilmu Falak” yang pertama kali diterbitikan oleh Liberty, Yogyakarta tahun 1983 dan buku “Perhitungan Awal Bulan dan Gerhanan Matahari” yang dikalangan ahli ilmu falak Indonesia dikenal dengan “Sistem Newcomb” yang sampai sekarang buku ini belum diterbitkan.
Buku sistem newcomb ini sebenarnya merupakan hasil kerjasama beberapa dosen dari berbagai disilin ilmu pasti yang menamakan dirinya LAMY (Lembaga Astronom Muda Yogyakarta) yang diantara anggotanya adalah Ir. Basit Wahid dan Ir. Syahirul Alim. Kedua buku tersebut merupakan buku wajib bagi mahasiswa Fakultas Syariah IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta sejak Rahim-panggilan akrab mengajar Ilmu Falak di fakultas itu tahun 1970.
Buku perhitungan awal bulan sistem newcomb ini memuat perhitungan awal bulan dan gerhana matahari. Data astronomis dan proses perhitungannya adalah data astronomis dan proses perhitungan yang digunakan oleh S. Newcomb dalam A Compendium of Spherical Astronomy (New York, 1960), sehingga hasil pehitungannya mirip dengan perhitungan yang menggunakan data Nautical Almanac. Oleh karena itu, sistem perhitungan awal bulan sistem Newcomb ini dapat dikategorikan sebagai Hisab Hakiki Kontemporer.
Langkah perhitungan ilmu falak sampai periode ini dirasa panjang dan melelahkan, lagipula buku Almanak Nautika sering terlambat datang. Oleh karena itu pada tahun 1993 Drs. H. Taufiq beserta putranya atas biaya Departemen Agama RI menyusun program software data astronomis yang dikenal dengan “Hisab for Windows ver 1.0” yang hasilnya juga mirip dengan Nautical Almanac atau semacamnya. Kemudian pada tahun 1988, program ini disempurnakan dan berganti nama menjadi “WinHisab ver 2.0” dengan hak lesensi pada Badan Hisab Rukyat Departemen Agama RI. Di antara isi program ini adlaah data astronomis (Ephemeris) matahari dan bulan untuk keperluan perhitungan pengukuran arah kiblat, waktu-waktu shalat, awal bulan dan gerhana. Perhitungan yang menggunakan data dari program WinHisab ini dikenal dengan Sistem Ephemeris Hisab Rukyat atau Sistem Ephemeris.
4.Ilmu Falak Pada Komputer
Dengan adanya perbedaan hari raya (idul fitri) tahun 1992, 1993 dan 1994 M ternyata membawa hikmah bagi perkembangan ilmu falak. Perbedaan itu disamping karena adanya perbedaan sikap terhadap laporan hasil rukyat pada saat itu, disebabkan pula oleh adanya perbedaan hasil hisab yang berkembang di Indonesia. Oleh sebab itulah, orang-orang yang berkecimpung dalam dunia astronomi mulai menaruh perhatiannya terhadap perhitungan-perhitungan ilmu falak, khususnya perhitungan awal bulan.
Dalam kesempatan itu muncul program-program software yang menyiapkan data sekaligus melakukan perhitungan, sehingga program ini dirasa lebih praktis dan lebih mudah bagi pemakainya. Program-program itu misalnya “Mawaqit” yang diprogram oleh ICMI Korwil Belanda pada tahun 1993, program “Falakiyah Najmi” oleh Nuril Fu’ad pada tahun 1985, program “Astinfo” oleh jurusan Astronomi MIPA ITB Bandung tahun 1996, program “Badi’atul Misal” tahun 2000 dan program “Ahillah” tahun 2004 oleh Muhyiddin Khazim (penulis), program “Mawaqit versi 2002” oleh Hafid pada tahun 2002.

1 komentar:

  1. ijtima' awwal syawwal 1433,adalah pada jam 22.54 wib,ahad,19 agustus 2012.

    senin,20 agustus 2012,adalah tgl 1 syawwal 1433.
    setelah ijtima',maka tak ada lagi bulan periode romadhoon di langit.
    kalau senin masih puasa,berarti berpuasa di tgl 1 syawwal.

    ijtima' tak bergantung pd waqtu maghrib,matahari terbenam.
    dimanapun di dunia mengalami ijtima' pada saat yg sama.
    waqtu awwal maghrib adalah waqtu untuk merukyah.di zaman nabi,
    untuk memastikan sudah ijtima' apa belum,
    karena di zaman nabi s.a.w. belum ada jadwal ijtima',belum ada pembagian 24 jam sehari.

    BalasHapus